Senyum Milik 'Grim Reaper'

Kira-kira dua bulan yang lalu, dari saat pertama masuk sekolah baru dan juga saat pertama kali melihatnya, masih bisa ku rasakan senyumnya di setiap siang sebelum bel masuk sekolah (sekolah ku masuk siang), di setiap sore saat istirahat, ataupun saat petang setelah bel pulang. Biarpun aku tahu, senyuman itu tidak tertuju untukku. Melainkan untuk teman yang selalu berjalan di sebelahku dan untuk setiap orang yang menegurnya, memanggil namanya, melempar senyum dan melambaikan tangan padanya. Aku selalu tahu itu.

Manis.
Satu kata itulah yang selalu muncul di otak ku saat sedang melihat senyumnya yang bisa ku nikmati setiap saat-saat tertentu, dari jarak yang terbilang jauh. Ya. Aku hanya bisa mengamatinya dari jauh.
Oh iya. Tatapannya. Mata sayunya makin menambah imej yang ku anggap manis. Juga tubuh tinggi yang tegap. Dia sempurna. I think.
Di lihat, di dengar, dan di amati, dari cara ia bicara dengan orang lain, aku tahu dia anak yang baik. Dia tidak sombong dan bukan anak yang banyak tingkah seperti anak laki-laki lainnya. Aku tahu dia baik. Dia sangat baik.
Memang.. Ada keinginan besar untuk bisa kenal dekat dengannya. Hanya saja.. sekat besar nan tebal itu mempersulit usahaku untuk mengenalnya, jadi, tak ada alasan yang bisa ku gunakan untuk mendekatinya.

Karena aku tidak pernah bisa mengenalnya, jadi aku hanya bisa membayangkan bagaimana asiknya bisa bertukar sapa dengannya, dan bagaimana asiknya pembicaraan mengenai hal-hal yang kami berdua tahu dan kami gemari.

Sampai suatu saat, bayangan itu nyata...
Di tengah teriknya matahari menjelang sore, jam terahkir, pelajaran kosong. Guru-guru di sekolah ku memang sering tidak masuk, apalagi menjelang jam pulang. Makan gabut. Ku habiskan waktu di bawah pohon depan kelas, membaca sesuatu yang tak membosankan ku baca. Komik yang ku pinjam tadi pagi.
"Hai"
Ku alihkan perhatian dari buku di tanganku pada orang yang sepertinya berbicara padaku. Deg! Di.. dia!? Ini.. pasti mimpi..
"Hai?" ulang nya lagi, kali ini sambil melambaikan tangan di depanku dan sukses membuat ku sadar akan satu hal, 'ini bukan mimpi'.
"Oh. Iya.. Hai juga"
"Lagi baca komik ya?" tanya nya sambil menunjuk buku yang sedari tadi ku genggam.
"Oh iya", jawab ku.
"Suka komik Jepang juga?". 'juga'? mungkin artinya dia juga menyukai benda sejenis ini?
"Iya.", jawabku singkat namun tetap berusaha terdengar antusias. Aku tak mau percakapan ini cepat berahkir. "Tapi gak terlalu maniak kayak yang lainnya", lanjutku.
"Oh gitu.. Coba liat?"
"Gosurori, simpel tapi keren", jawabku seraya menyerahkan buku di genggamanku.
"Hm.. I see." komentarnya seraya menyerahkan komik ku kembali, sambil tersenyum. Lagi-lagi tersenyum.. "Udah pernah dateng ke acara cosplay belum?" tanya nya.
"Belum. Ga ada temen tiap mau kesana."
"Kita bisa pergi bareng." Pergi? bareng? ini mimpi?
"Ehm, boleh.", jawabku yang tentu saja sangat antusias.
"Okedeh, ntar gue kabarin kalo ada event lagi.", ucapnya sambil melangkah meninggalkan ku.
Mungkinkah?
Dering bel pulang memecahkan fokus ku pada kepergiannya.
Ini, bukan mimpi...

Aku segera berlari memasuki kelas, menuju meja yang biasa menjadi tempat ku mengamati penjelasan guru. Segera ku bereskan buku-buku dan alat tulis ku yang berserakan di meja, lalu bergegas menuju parkiran sekolah tanpa menghiraukan teman-temanku yang memaki ku karena tidak bertugas piket. Aku tak mau melewatkan senyuman anak laki-laki yang ternyata maniak komik Jepang itu..
Hingga ahkirnya sekolah mulai sepi. Sudah tak banyak anak-anak yang keluar. Hanya satu dua anak yang sedang menunggu jemputannya datang. 'Kemana dia..' gumamku yang lalu tersadar jika ini sudah hampir malam. Jalanan akan sangat gelap, dan akan menyulitkan ku yang memiliki mata sudah tak normal ini. Segera ku pakai jaketku dan melaju sepeda motor ku.
Jalanan sepi, ku gas skuter matic ku hingga kecepatan yang ku sanggupi. 'Aku tidak akan terlambat sampai rumah' pikirku.
Tiba-tiba sebuah truk masuk ke jalurku, sangat menghalangi jalanku. Ku rem motorku sekuat tenaga hingga dapat ku dengar gesekan terpaksa antara ban motor dan aspal jalanan. Gagal. Aku tak bisa menghindarinya.
Aku melayang, lalu mendarat dengan sangat kasar.
Ku rasakan sesuatu mengalir di pelipisku.
Jalanan yang semula ku kira sepi ini mulai ramai dengan orang yang mengelilingiku. Entah apa yang mereka lihat. Sekuat tenaga ku coba bangun dari posisiku. Aku tidak bisa bergerak. Aku hanya dapat melihat langit gelap tanpa bintang diatas sana. Sebenarnya ada banyak bintang, ratusan bahkan mungkin ribuan, hanya saja terhalangi oleh polusi cahaya.
Tiba-tiba ku lihat anak laki-laki pemilik senyum manis itu. Dia ada disini.. Hanya saja sekarang dia sudah tidak lagi berseragam sekolah, melainkan mengenakan jubah hitam panjang sambil membawa sabit. Tunggu dulu, apa itu di belakangnya? Sepasang sayap putih seperti milik malaikat yang biasanya digambarkan buku-buku cerita. Ku coba mengeluarkan suara dan bertanya padanya, "Memangnya lagi ada event cosplay?". "Nggak ada.", jawabnya singkat yang jadi terdengar dingin. "Terus kenapa pakai jubah kayak gitu?", tanyaku sekali lagi.
Kini dia diam, tidak menjawab. Air mukanya datar, tidak ada senyum yang biasanya ku amati. Matanya tetap menyorot ke arah ku.
"Bantuin gue dong..", ucapku tiba-tiba yang entah mengapa rasanya aku memang butuh bantuan.
"Gue disini memang buat bantu lo. Lebih tepatnya ngebantuin nyawa lo supaya cepet pergi dari badan lo yang udah rusak ini."
Aku diam. Mencoba mencerna maksud kata-katanya yang tidak ku mengerti.
'Nyawa lo', itu berarti nyawa milik ku.
'Cepat pergi' artinya harus bergegas.
'Dari badan lo' yang maksudnya tubuhku.
DEG! Kini ku pahami maksud kata-katanya.
Tapi.. Mungkinkah?
"Maksud lo.. gue..." ku coba bertanya lagi, memastikan apa yang kupahami.
"Iya, itu maksud gue." jawab anak laki-laki dengan senyum yang ku pikir manis itu sambil berdiri.
"Tunggu! Bisa gak gue minta tambahan waktu?" permintaan terahkirku. "Gue belum ngebahagiain orang tua gue", lanjutku.
"Nggak. Karena seharusnya lo mati 2 bulan yang lalu. Tapi gue kasih tambahan waktu, biar lo bisa ngerasain rasanya jadi anak SMA. Sorry gak ngasih tau lo sebelumnya." "Ayo pergi. Tuan gue ga suka nunggu", lanjutnya sambil menarik tangan ku, menjauhi dari kerumunan orang yang mengitari tubuh rusak ku.

Aku menyayangi seorang Grim Reaper, si malaikat pencabut nyawa..