Saling Meracuni

Hari ini kita berbincang lagi. Di awali dengan cerita tentang adikmu yang (sepertinya terlihat) tak merestui adanya kedekatan kita.
Aku jadi ingat, dulu aku pun pernah cemburu pada adikmu yang selalu terus melekat disampingmu. Tapi aku berfikir lagi, "Cemburu? Hahaha! Siapa kamu sha..?!"
Lalu, aku tak tahu mengapa di tengah perbincangan kita, tiba-tiba kamu mengatakan bahwa aku 'meracuni' kamu.
Meracuni? Apa? Bagaimana bisa aku yang bodoh ini meracuni kamu, manusia dengan segala kemampuan yang ingin sekali ku curi. Lalu kau juga bilang aku meracuni bahwa aku ingin balas dendam. UNTUK APA? Bahkan aku tak pernah menyimpan sedikitpun dendam padamu walau seringkali kau hempaskan aku hingga kembali jatuh ke bumi.
Kamu yang di anugerahi Tuhan dengan bakat yang membuatku iri, tak mungkin aku meracuni, karena seharusnya akulah yang berkata demikian. Kamu meracuni aku. Kamu kini jadi doping ku. Tanpa kamu di hari-hariku, aku merasa tak sanggup hidup lagi.
Berlebihan? Iya. Kau peduli? Tentu tidak.
Jika aku racun, kamu manusia dengan segala kemampuan harusnya bisa menemukan obat penawarnya. Sedangkan aku yang bodoh ini, keracunan akan kamu? Yasudah.. Aku menikmati racunnya tanpa bisa menemukan penawarnya. Bodoh kan?
Tapi.... dibalik rasa yang sedikit bangga karena telah berhasil meracuni kamu, aku juga menyimpan ketakutan-yang-amat-sangat-dalam.
Aku takut kamu menemukan rahasia obat penawarnya. Setelah itu, kamu meracik obatnya lalu diam-diam pergi meninggalkan aku yang terkapar keracunan sendiri. Bila kamu memang sejahat yang aku bayangkan, mungkin benar kamu akan membiarkan aku tersiksa dengan racunmu yang masih membekas, lalu aku akan mati dengan perlahan.
Mau berbagi resepnya tidak?
Tidak?
Yasudah, kita saling meracuni saja..